top
down

FROM CIAMIS WITH LOVE (THE TRUE STORY)

Diposting oleh Tarbiyatun Nisaa - Sabtu, 10 Desember 2016, 14.28 Kategori: - Komentar: 0 komentar

Prolog Sekilas
The True Story. Isinya penuh ruhul imani, bertenaga dan berenergi. Luar biasa, sungguh inspiratif, dahsyat dan menggelegar. Tulisan ini, berasal dari catatan aksi Longmarch Mujahid Ciamis ke Jakarta, yang beredar di jejaring sosial group WA. Mencoba mencari tahu, siapa penulisnya. Inbox ke akun FB Nenk Gidha, untuk meminta izin ikut menyebarkan, sekaligus sedikit mengedit di sisipin ilustrasi foto hasil googling sana sini, tanpa merubah substansi isi tulisan. Namun, sampai sekarang belum ada jawaban. Dugaan sementara, mungkin ini tulisan KH. Nonop Hanofi, yang menjadi penggerak aksi Longmarch Ciamis Jakarta. Mudah-mudahan nanti ada konfirmasi. Andai ada penerbit yang mau membukukan, tentu bisa lebih tersebar lagi. Amien....  

FROM CIAMIS WITH LOVE
Sebuah catatan apa adanya
Ide gila Jalan kaki  212

Mungkin banyak orang bertanya, bagaimana awal mula cerita Jalan kaki Santri Ciamis Longmarch ke Jakarta.

Dimulai dari diskusi kecil antara saya  adik saya dan   seorang Kyai sepuh Ciamis KH.  M. Syarif Hidayat tak luput sahabat kita Didi Sukardi pada Sabtu pagi, Obrolan tak jauh dari keseharian kami di pesantren, namun akhirnya,  obrolan makin  meningkat hangat tatkala topik mengarah pada aksi Bela Islam jilid 3 atau yang lebih dikenal dengan aksi 212. Teringat dengan tokoh 212 yaitu Wiro Sableng gurunya bernama  Sinto Gendeng dalam lakon sinetron, saya berceloteh bahwa saat ini yang harus muncul adalah IDE GILA.

Kenapa?  Karena nuansa Aksi Bela Islam Jilid 3 dibumbui dengan aroma terror psikologis terhadap ummat. Opini yang muncul beredar  bahwa kegiatan itu adalah makar, moda transportasi dipersulit lewat himbauan Kapolri ditambah PBNU yang mengeluarkan fatwa tidak sah sholat Jum’at di lapangan. Lengkap sudah gaung aksi jilid 3 terasa  semakin ciut gemanya dibanding aksi jilid 2 sebelumnya. Pada saat itu, saya mengatakan untuk aksi ke Jakarta kita Jalan kaki saja, namun semuanya bertanya-tanya,  apa mungkin kita sampai?  Saya katakan, kalaupun fisik kita tidak sampai,   minimal pesannya sampai.


Dari diskusi itu saya telpon beberapa orang Kyai untuk rapat persiapan keberangkatan ke Jakarta.  Alhamdulillah, beberapa orang datang sehabis sholat Magrib malam Ahad di pondok pesantren Miftahul Huda 2. Rapat dimulai ba’da magrib dengan penjelasan pentingnya membangun ruh ummat di tengah berkecamuknya perang pemikiran.  Rehat Sholat Isya dilanjut makan nasi liwet khas anak pesantren. Rapat dilanjut dengan tema teknis keberangkatan menuju aksi 212. Dari semua laporan tiap daerah, kendalanya pada angkutan bis. Di situlah saya kemukakan,  bagaimana kalau kita Jalan kaki saja.   Semuanya menyatakan siap dan  sepakat.  setelah perdebatan dengan berbagai argument dikemukakan, di ujung rapat kita bikin pernyataan semacan Press release Yang dibacakan oleh ustdadz Deden Badrul Kamal lewat siaran langsung FB adik saya dengan akun Nenk Gidha. Semua peserta rapat bubar dan berisitirahat,

Jam 5 sehabis sholat subuh, saya kembali ke aktifitas harian mengajar santri kitab Uqudul Juman kajian ilmu bilaghoh sastra Arab paling popular. Di tengah mengajar,  saya iseng buka FB, ternyata di akun FB Nenk Gidha, Press release yang semalam Sudah dilike 25 ribu orang dan   dibagikan (share)  oleh ribuan orang, kaget bukan main.

Ahad pagi saya dan   adik saya mulai membangun komunikasi dengan pimpinan pesantren sekabupaten Ciamis untuk menjelaskan rencana dan   mendata santri yang akan ikut bergabung.  

Selepas berjamaah sholat duhur, saya rapat kecil dengan adik-adik dan   pengurus santri senior bertempat di beranda depan rumah, mulailah kita membagi tugas, H.  Agus Malik (Zieguz Maliex) diberi amanah untuk mobilisasi massa, H.  Saepul Khiyar (Aspri Bu Ipah) sebagai pengatur peta Jalan, Hj.  Ima Rohimah (deza Deza Azra Aurora) sebagai koordinator santri, Hj.  Daais Nurul Wahidah (Umu Sofwa) istri saya sebagai Tim logistik, H. Cece Bahrul Ulum (UwaAnom)  sebagai Tim dokumentasi, H.  Ucu sebagai kordinator medis, dan   ditambah lagi kepanitiaan dari luar .

Rapat hanya sebentar semua langsung bergerak sesuai peran masing masing karena kita dikejar waktu, arsenal perang (assesories)  dalam perjalanan disiapkan, pita merah putih langsung pesan ke tukang jahit, dudukuy cetok beli sekitar 1000 lebih. Santri dilibatkan untuk mengecat dudukuy dengan warna merah putih. Sebagian santri nebang pohon bambu ke kebun untuk bikin tongkat. Hari itu benar-benar  hari yang sangat sibuk bagi para santri. Sesekali saya telpon ke sana kemari mengecek kesiapan yang mau ikut gabung. Sambil jalan-jalan mengecek istri di dapur umum yang lagi mimpin santri putri bikin buras (lontong) untuk bekal para mujahid.






Tibalah waktu berjamaah sholat Ashar,  saya baru ngeuh banyak kendaraan yang datang. Ternyata itu jamaah alumni pesantren untuk kajian rutin bulanan setiap senin minggu ke 4. Mendadak suasasana menjadi riuh menambah kesibukan para santri. Malamnya ba’da Magrib saya ngisi kajian Tajkiyatunafsy rutin dilanjut kajian ba’da isya super sibuk pokoknya. Ba’da subuh dilanjut kajian khusus alumni miftahul huda2 (HAMIDU). Ada sekitar 500 orang, bahasannya kitab Hikam dan   Madzahibul Arba’ah (perbandingan madzhab fikih),  disitu saya sampaikan acara kita pada alumni disertai motivasi pentingnya semangat zihad.

Senin pagi jam 06.30 diluar mesjid santri sudah ramai persiapan dan   adik saya melakukan pengarahan berkaitan persiapan teknis keberangkatan dan   perlengkapan yang harus dibawa,  topi dudukuy cetok merah putih siap dipakai kalaupun catnya masih basah, pita merah sudan dililit, ransel mereka sudah di punggung. Posisi semua menunggu komando berangkat.

Saya bergegas menutup pengajian alumni dan   persiapan perlengkapan, telepon terus berdering banyak yang tidak terangkat. Ada KH.  Kamaludin dari Manhajul Ulum nyambung ditelpon, beliau sudah siap dengan 300 santri nunggu di jalan.  Wadduh,  saya belum mandi belum sarapan padahal pasukan sudah siap. Datanglah mobil bak (pick up) terbuka yang sudah   dipesan sekitar 100 armada plus 10 Mobil truck (semuanya modal sendiri). Tak perlu saya bersumpah, semuanya didatangkan untuk mengangkut santri ke pusat kota Ciamis. Mulai  tuh saya kalut.

Sambil lari kecil, saya menghidupkan Mobil pribadi dan   menyimpan pakaian alakadarnya. Santri sudah tidak sabar untuk diberangkatkan. Saya menuju Mobil Komando, mulailah saya berikan arahan pekikan ist’aidduuu…….. dijawab serempak labbaikk 3x.  Takbir …… Allahu Akbar… Allahu Akbar…. Allahu Akbar…… berkali-kali. Darah mereka sudah naik ke ubun-ubun serasa suasana perang badar hadir dikomplek pesantren Miftahul Huda 2. Kalimah thoyyibah menjadi mabda kami dalam memberangkatkan ribuan santri. Mualailah ratusan Mobil itu merayap berjalan keluar komplek pesantren, para tetangga kita heran dan bertanya……  barade kamana rombongan seueur-seueur teuing…. (mau kemana rombongan banyak sekali?).  Tanda Tanya bagi masyarakat yang terlewati.  

Sepuluh menit berlalu, iring-iringan Mobil bak terbuka berjalan menyusuri Jalan berbelok. Masyarakat yang terlewati, menatap penuh Tanya,  Ada apa dan   mau kemana satu tabir yang belum Ada tafsirnya.  Saya terus mengontak Kyai sepuh untuk konfirmasi kesiapaannya. Assalamualaikum kang haji, dimana posisi?  Tanya saya pada KH. M. Syarif Hidayat pimpinan Pontren Alhasan. Di ujung telepon beliau menjawab …. " saya di jakarta jajap jamaah umroh. Wadduhh gimana ini teh, kan udah disetting untuk memberangkatkan? Beliau mnjawab,  sok wae lah ku ente (silahkan saja sama kamu)”. Tak patah arang, saya coba ngontek KH. Maksum pimpinan Pontren Cikole.  Assalamaualaikum kang diantos di masjid agung, beliau bertanya, ada apa?  Santri Yang mau ke Jakarta jadinya Jalan kaki…..  jawab saya,  beliau menjawab insya Allah nanti beres ngajar, Akang merapat ke Mesjid Agung. Ada rasa gembira, karena Kyai sepuh memberikan support sehingga bertambah semangat.

Kira-kira 10 menit sebelum sampai di Mesjid Agung,   saya berfikir, aduh belum minta izin ke ketua DKM.  Dicari nomor yang bisa dihubungi, akhirnya nyambung juga,  saya bicara blab la bla….. dan beliau mengamini maksud kami plus menyediakan sound system. Sampailah rombongan santri kami di masjid agung, ternyata    ternyata di sana sudah tumpah ruah riuh ramai dengan santri dari pesantren lain. Ada KH.  Pipin dari Pontren Sabiilunnajat, ada KH. Haidar Irfan dari Banyulana, ada dari Miftahul Amin, juga santri pesantren sekitar Ciamis.

Para pimpinan pesantren yang ada berkumpul di teras mesjid. Sambil senyum, seorang Kyai bertanya pada saya,  bener iyeu teh? (betulkah ini?). Saya jawab, serius kang…  Di tengah rapat kecil itu, tiba-tiba HP Nokia jadul saya berdering dan  muncul  nomor yang tidak dikenal. Saya coba angkat,  halloo… Assalamulaikum,  di ujung telpon seseorang menjawab, waalaikum salam pak Kyai ini saya dari Polres, Bapak Kapolres minta bertemu bisa engga?  Ooohh iya…. insya Allah bisa tunggu satu jam lagi. Saya melanjutkan rapat dan diputuskan acara pengarahan harus segera dimulai.





Lewat Mobil komando korlap mengumumkan, seluruh santri segera masuk ke mesjid, serempak semuanya masuk mesjid. Para  pimpinan pontren yang hadir duduk paling depan. Santri putri dan putra dipisah dengan barisan brigade santri berompi khusus. Acara dimulai dengan lantunan ayat suci Al Qur'an,  lanjut pengarahan dari mulai maksud tujuan serta  teknis diperjalanan,    berikut destinasi pos peristirahatan. Para Kyai bergantian memberikan arahan. Giliran saya  ambil mikropon,, saya pekikan takbiirrr……..   gemuruh semuanya mengucapkan Allahu Akbar… Allahu Akbar… Allahu Akbar berkal-kali.  Semuanya berdiri, Ista'idduuuu…… dijawab serentak Labbaikkk……… Apakah kalian siap bela  Allah? Siaaap…... Apakah  kalian siap  bela Rasul? Siapppp…… Apakah kalian siap bela Islam??? Siappppp……… Apakah kalian siap Bela Al Qur’an? Siapppp……… Takbir!!! Allahu Akbar….Allahu Akbar……. 





Begitulah kata komando itu diulang-ulang, andrenaline santri semakin memuncak tatkala KH Maksum datang bergabung dan memberikan arahan terakhir. Allahu Akbar!!!

Awak media media mulai berdatangan,  kilatan lampu blizt kamera menghiasi suasana Mesjid Agung Ciamis. HP saya terus berbunyi dengan nomor yang sama ternyata yang dari polres itu terus menghubungi. Acara dilanjut dengan doa dan santri bersiap keluar mesjid menuju jalan utama ke Jakarta. Barisan diatur 3 orang setiap baris,  Mobil komando di depan,  tepat di belakangnya ribuan santri yang memakai dudukuy cetok bercat merah putih berbaris panjang, korlap mulai bersuara lewat komando Takbir. Kyai Maksum, Kyai Kamaludin, Kyai Deden di jajaran paling depan, Kyai Agus Malik di belakang untuk sapu bersih peserta yang tercecer. Haruuu seruu semangat siap berangkat Bela Islam Allahu Akbar, panjang mengular.

Semua orang kaget.  Ada apa, acara apa, mau kemana???  Semua santri katakan, mau jalan kaki ke Jakarta. Mereka geleng kepala,  sambil berceloteh,  dadaekanan……… (mau aja). Tiba-tiba  seseorang berambut cepak badannya tegap,  ototnya berisi,  mendekat ketika saya asyik berjalan…. Pak Kyai, Pa Kapolres menunggu di kantor. Ohhh…iya …. Saya ke sana.  Akhirnya saya naik mobil menuju Kantor Polres Ciamis. Lima menit saya Sudah sampai di Mapolres disambut oleh petugas dan   saya masuk ke ruangan Kapolres.




Lima menit kami berada di ruangan Kapolres Ciamis, beliau masih muda,  namun tampak berwibawa.  Obrolan dimulai dari pertanyaan yang datar, gimana kondisi anak-anak Pa Kyai?  Sehat Pa,  Alhamdulillah. Saya menimpali pertanyaan beliau. Sampai mana anak-anak jalan kaki?  Tanya Kapolres,  sekuatnya aja pa, jawab saya. Selanjutnya beliau mengatakan,  "pada dasarnya tidak ada larangan apapun bagi perusahaan PO Bus, yang ada Cuma himbauan aja. Iya Pak, bagus kata saya. Terus beliau menyuruh mengambilkan himbaun kapolda dalam map dan   diberikan pada saya. Saya pamitan pada Kapolres, beliau mengantar saya sampai luar gedung bersama kanit Intel.

Saya bergegas menuju Jalan poros utama mencegat rombongan namun agak lama menunggu karena jarak antara mesjid agung dan Mapolres sekitar 8 km. Tiba-tiba perut saya aga murilit, baru ngeuh saya belum sarapan sejak pagi. Saya berjalan agak beberapa puluh meter ke depan mencari warung nasi, tapi tidak ketemu, yang ada tukang baso. Ya sudah, saya mesen baso dua mangkok untuk saya dan   teman saya. Baru mencicipi kuahnya dua sendok, terdengar suara korlap orasi dari Mobil komando datang mendekat. Buru-buru saya bayar, dan merapat ke rombongan.  Saya ambil HP Samsung untuk mengambil photo dan   siaran langsung melalui FB.





10 menit jalan kaki, terdengar suara adzan   sholat duhur.  Tepat di samping kanan, ada mesjid besar namanya Mesjid Alghoni,  kami berembug dan   diputuskan santri putri sholat di situ, sedang santri putra suruh Jalan ke depan setengah kilometer menuju mesjid Nurul Iman  untuk melakukan sholat dhuhur berjamaah disarankan jamak dan  qhosor.

Kurang lebih satu jam kita istirahat, kita kasih komando lagi semua peserta Jalan kaki masuk mesjid untuk diberikan pengarahan lanjutan, tak lupa pekikan kata ista'idduuu…..  serempak dijawab labbaikk….  Takbiirr….. Allahu Akbar… Allahu Akbar….. Semua keluar dari mesjid, Mobil komando di depan dan  jalan kaki dilanjutkan. Baru 5 menit berjalan, hujan turun, tapi peserta tidak bergeming melangkah dan   terus melangkah, waktu saat itu menunjukan jam 13.00 wib.

Selama dua jam perjalanan, belum ada sambutan apapun dari masyarakat sekitar yang terlewati. Baru ketika sampai di Sindang Kasih,   saya kaget banyak masyarakat berjejer sepanjang jalan, padahal saat itu hujan lebat. Anak-anak mengucapkan takbir,  ibu-ibu banyak yang berkata,  "sok ujang diduakeun ku ema,  sing salamet sing sarehat sing sabar, da keur ngabela agama (didoakan sama ibu, biar selamat sehat dan   sabar sebab lagi membela agama)….”   



Banyak  sekali ibu-ibu yang menyediakan makanan dan   minuman,  bahkan ada seorang ibu lagi panen mentimun di sawah, langsung dibawa diberikan pada peserta sambil menangis, entah  apa yang membuatnya jadi menangis. Secara  spontan,  seorang nenek memberikan uang lima puluh ribu, bahkan ada yang yang seratus ribu rupiah. Tak  kuasa saya menahan haru, ada perasaan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata,  hanya air mata yang meleleh  menjadi jawabannya.



Di tengah guyuran hujan, semuanya terus berjalan tak peduli lagi baju basah kuyup, cuaca dingin kalah dengan panasnya api semangat jihad yang menyala-nyala. Saya  ambil HP yang terbungkus plastik, agar tidak kehujanan untuk lihat jam sekaligus mengabadikan moment indah yang tak akan pernah terlupakan. Telpon berdering, saya angkat, “Assalamualaikum, Pak, inI saya dari INews TV mau wawancara 5 menit lagi. Sebentar  tunggu 10 menit lagi, biar sekalian istirahat jawab saya singkat,,,, di ujung telpon mnjawab, baik Pa, terimakasih….

Pas 10 menit yang dijanjikan, HP bunyi lagi dengan nomor yang sama. Pak,  saya dari INEWS TV siap untuk wawanacara. Ok Siap….. Tapii tiba-tiba HP jadi buram, ternyata batunya hampir habis. Saya cari peserta yang bawa Power Bank. Lama juga nyarinya, akhirnya dapat juga dari Kyai Maksum, HP pun tersambung dengan Power bank, dan  wawancara selama 5 menit sambil berjalan berlanjut. Kita tidak tahu pemberitaan Media apapun, karena focus jalan kaki. Kondisi mulai agak kikuk, HP terus berdering selang satu menit bahkan banyak yang berbarengan masuknya. Masuk lagi telpon dengan nama Kyai senior. Beliau bertanya, “sudah sampai mana? Cikole Kang, jawab saya.  Sekarang mah, Kapolri sudah mencabut larangan bus. Barusan ada di siaran TV One, katanya. Perjalan gak usah dilanjutkan. Saya jawab, Iya kang, nanti saya musyawarah di Pesantren Cikole. Telpon ditutup. Kita terus jalan kaki menuju Pesantren Cikole yang menjadi Destinasi Pos 1 sesuai peta jalan yang sudah dibuat.

HP berdering lagi, saya angkat, Assalamalaikum ini Aang? (panggilan saya di santri dan orang tua). Gimana anak saya ikut engga? Ikut kang. Gimana engga sakit? Insya Allah sehat, sambil terus jalan kaki di tengah hujan. Pikiran mulai agak kacau, sebab telpon bejibun yang masuk. Belum lagi konfirmasi dari orang tua santri. Akhirnya, tepat jam 17.00 wib, kita sampai di tujuan pertama, Pesantren Miftahul Huda Usmaniyah. Di sana, seluruh santri sudah berjejer dengan masyarakat menyambut kafilah mujahid. Sambil mengacungkan tangan takbir menggema. Peserta merasa gembira, karena banyak Anshor datang menyambut dengan hangat.

Peserta istirahat sekalian sholat magrib dijamak  dengan isya. Di sana sudah ada KH. Syarif Hidayat, Pimpinan Pesantren Alhasan yang menyambut. Beliau datang dari Jakarta dan langsung bergabung dengan kafilah. Wartawan berkerumun menanyakan, apakah perjalanan dilanjut atau hanya sampai di sini. Saya jawab, keputusannya sesudah Shalat Magrib.

Saya betul-betul dibuat sibuk, sekaligus harus bertanggungjawab pada seluruh peserta plus melayani wartawan. Beres Shalat Magrib, kita melakukan rapat dengan Kyai Maksum dan sesepuh pesantren lainnya. Keputusannya, peserta bermalam di Pesantren Cikole dan perjalanan dilanjutkan besok pagi. Untuk santri putri, juga santri yang sambil bersekolah dikembalikan ke Pondok masing-masing. Jumlahnya ada sekitar 3.500 orang. Semua pimpinan masuk mesjid dan kita mengumumkan hasil keputusan rapat di hadapan peserta dan wartawan.




Takbir menggema setiap di setiap point yang dibacakan.  Tepat jam 19.00 para Pimpinan pesantren banyak yang izin balik ke pondok dulu dan berjanji besok pagi bergabung lagi. Hanya tinggal saya seorang diri yang menjadi pusat komando. Waktu semakin  larut malam. Lelah, letih dan ngantuk mulai menyerang. Saya merebahkan diri di karpet Mesjid berbantalkan ransel yang agak basah. Pulessss,  tak ingat apa-apa.

Penasaran? Nantikan kisah selanjutnya,
Bersambung .......

0 komentar

Posting Komentar