top
down

DEBAT THEOLOGIS: ATHEIS VS ISLAM

Diposting oleh Tarbiyatun Nisaa - Minggu, 22 Januari 2017, 18.07 Kategori: - Komentar: 0 komentar

DEBAT SEPANJANG ZAMAN


Persoalan Theologis atau keyakinan ada atau tidak adanya Tuhan, merupakan intisari risalah diutusnya para Nabi dan Rasul, sejak zaman nabi Adam as sampai Nabi Muhammad SAW, sebagai Nabi terakhir. Ada yang beriman dan ada pula yang kufur. Yang beriman itulah yang menjadi pengikut setia,  para sahabat serta  pembelanya. Sedangkan yang kufur, merekalah yang menjadi penentangnya. Dalam Al Qur'an, banyak sekali  ayat yang menjelaskan tentang dialog bahkan sampai debat sengit yang mempertanyakan tentang eksistensi Tuhan. 

Dan ternyata, tidak hanya terjadi pada zaman Nabi dan Rasul, zaman sekarangpun, masih banyak orang-orang yang mempertanyakan tentang Eksistensi Tuhan. Kelompok inilah yang disebut dengan kaum Atheis Liberalis. 

Di bawah ini, ada beberapa cuplikan kisah-kisah perdebatan yang bersumber dari berbagai situs online,  antara kaum Atheis dengan tokoh-tokoh Muslim.    
                                                                                                                                   

DEBAT I

Alkisah, ada seorang ulama ditantang oleh seorang atheis untuk menjawab eksistensi Tuhan.

Si atheis berkata kepada ulama, “Saya tidak  percaya adanya Tuhan! Alam raya ini tercipta dengan hukumnya sendiri.  Hanya  orang-orang gila saja yang percaya, kalau alam raya sebesar ini ada yang menciptakan. Kita adakan adakan debat terbuka untuk menjelasakan kepada semua orang, mana diantara pendapat kita yang paling benar”.

Sang ulama menyetujui tantangan dari atheis ini. Kemudian mereka menentukan tempat dan waktunya.

Tibalah hari yang ditentukan untuk mengadakan debat terbuka tersebut. Dengan persiapan yang sangat yakin si atheis lebih dulu datang di tempat yang telah ditentukan. Namun namun si atheis ini dibuat kesal oleh ulama, karena hampir satu jam lebih dari waktu yang telah ditentukan, sang ulama belum juga datang.



Si atheis berkata kepada para audience, “lihat! Seorang yang mempercayai adanya Tuhan nggak konsisten kepada janjinya?! Mungkin dia menyerah dan yakin kalau Tuhan memang tidak ada! Makanya dia tidak berani datang!”.


Hampir saja  acara debat itu dibatalkan, karena sang ulama belum juga datang.  Tiba-tiba, menjelang detik-detik  penantian itu,  akhirnya ulama yang ditunggu-tunggu itu,  terlihat muncul. Si Attheis menegur dengan suara dikeraskan, agar terdengar dihadapan  para audience.

Atheis: “Wah....wah…bagaimana anda ini? Bukannya anda seorang yang percaya adanya Tuhan. Kenapa anda tidak konsisten dengan janji anda? Bukannya anda percaya akan adanya Tuhan yang menghukum orang-orang yang tidak  tepat janji? Atau anda berniat membatalkan debat ini, karena anda sendiri mulai ragu terhadap keyakinan anda?”



Ulama: “Mohon maaf saya datang terlambat. Saya sama sekali tidak berniat membatalkan debat ini. Saya  tadi terlambat, karena saya mendapat halangan di jalan..”



Sang ulama berusaha menjelaskan sebab keterlambatanya.  “Tadi sewaktu saya mau melewati sebuah jembatan tiba-tiba  air sungai meluap,  terus menyeret jembatan yang akan saya lewati. Saya  bingung harus lewat jalan mana lagi? Karena jalan ini satu-satunya yang saya tahu. Tapi, untung saja, di saat saya bingung harus melakukan apa, tiba-tiba dari kejauhan saya melihat pohon besar roboh ke sungai,  lalu setiba di hadapan saya, pohon itu bergerak-gerak merubah dirinya menjadi sebuah perahu yang lengkap. Bahkan ada nahkodanya segala. Akhirnya saya menaiki perahu itu, hingga bisa menyebrangi sungai...”


Belum selesai ulama menjelaskan, si Atheis menimpali sambil tertawa terbahak-bahak.

Atheis: “Ha...ha..ha..haa… cukup... cukup..... nggak usah diteruskan kekonyolan anda.. sepertinya anda sudah mulai gila. Saya  dan para audience di sini masih waras. Anda pikir kami akan peracaya cerita anda tadi? sepertinya saya salah orang untuk mengajak anda berdebat dalam masalah ini, karena saya pikir anda sudah gila!. Mana mungkin ada sebuah pohon roboh terseret arus sungai,  lalu tiba-tiba di depan anda pohon itu berubah menjadi sebuah perahu bahkan ada nahkodanya pula. Lalu menyeberangkan anda dari sungai?!”.

Lalu si Atheis bertanya kepada para audience.

Atheis: “Bagaimana, apa masih pantas debat ini dilanjutakan? Atau ada yang bisa menjadi lawan debat saya yang menjelaskan eksistensi Tuhan?” 

Tak seorangpun dari audience  yang menjawab.  Lalu ulama tadi berkata kepada atheis.

Ulama: “Sebenarnya aneh sekali jika sampai sekarang anda masih tidak  percaya adanya Tuhan.  Bukankah anda tidak  percaya dengan cerita saya, bahwa sebongkah pohon dapat merubah bentuknya sendiri menjadi perahu dan terdapat nahkoda di dalamnya? Dan menganggap saya orang tidak  waras? Lalu bagaimana anda bisa percaya, bahwa alam semesta ini,  dengan segala isinya tercipta karena alam ini bisa membuat dirinya sendiri tanpa ada yang menciptakan? Apa itu  berarti anda lebih tidak waras dari saya?”



Mendengar jawaban Ulama itu, si Atheis  kaget dan hanya bisa terdiam, tanpa mampu berkata apa-apa lagi.  Akkhirnya,  debat yang  diperkirakan menjadi debat panjang bersejarah membahas eksistensi Tuhan, berakhir dalam beberapa dialog saja. Hingga membuat si Atheis gugup tidak bisa berdalih apa-apa lagi. 


"Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang-orang yang buta (mata hatinya) dari kesesatannya. Dan kamu tidak dapat memperdengarkan (petunjuk Tuhan), melainkan kepada orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami, mereka itulah orang-orang yang berserah diri (kepada Kami). (Qs. Ar-RUUM:53)."

"Ketahuilah olehmu, bahwa sesungguhnya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan kepadamu tanda-tanda kebesaran (Kami) supaya kamu memikirkannya. (Qs.Al-Hadiid:17)."

DEBAT  II


Pada Zaman Imam Abu Hanifah,  hiduplah seorang ilmuwan besar , atheis dari kalangan bangsa Romawi. Pada suatu hari, Ilmuwan Atheis tersebut berniat untuk mengadu kemampuan berfikir dan keluasan ilmu dengan ulama-ulama Islam. Dia hendak menjatuhkan ulama Islam dengan beradu argumentasi tentang eksistensi Tuhan. Setelah melihat sudah banyak manusia yang berkumpul di dalam masjid,  orang Atheis  itu naik ke atas mimbar. Dia menantang siapa saja yang mau berdebat dengannya.

Diantara para jama'ah, tak seorangpun yang berani berdiri. Hingga  bangunlah seorang laki-laki muda, dialah Abu Hanifah dan ketika sudah berada dekat di depan mimbar, dia berkata: “Inilah saya, hendak bertukar fikiran dengan tuan”. 

Abu Hanifah berusaha untuk menguasai suasana, namun dia tetap merendahkan diri karena usianya yang masih muda. Abu Hanifah berkata, “sekarang apa yang akan kita perdebatkan?"

Ilmuwan Atheis  itu heran akan keberanian Abu Hanifah. Lalu ia memulai pertanyaannya:

Atheis: Pada tahun berapakah Tuhan-mu dilahirkan? 
Abu Hanifah: Allah berfirman “Dia (Allah) tidak dilahirkan dan tidak pula melahirkan”.
Atheis: Masuk akalkah bila dikatakan, bahwa Allah adalah yang pertama dan tidak ada sesuatu sebelum-Nya?  Pada tahun berapa Dia ada? 
Abu Hanifah: Dia (Allah) ada sebelum adanya sesuatu.

Atheis: Kami mohon diberikan contoh yang lebih logis rasional, jangan gunakan dalil! 
Abu Hanifah: Tahukah tuan tentang perhitungan?

Atheis: Ya

Abu Hanifah: Angka berapa sebelum angka satu?

Atheis: Tidak ada angka (nol). 

Abu Hanifah: Kalau sebelum angka satu tidak ada angka lain yang mendahuluinya, 
kenapa tuan heran kalau sebelum Allah Yang Maha satu yang hakiki tidak ada yang 
mendahului-Nya?

Atheis: Dimanakah Tuhan-mu berada sekarang? Sesuatu yang ada pasti ada tempatnya. 
Abu Hanifah: Tahukah tuan bagaimana bentuk susu? Apakah di dalam susu itu keju?

Atheis: Ya, sudah tentu

Abu Hanifah: Tolong perlihatkan kepadaku di mana, di bagian mana tempatnya keju itu sekarang?

Atheis: Tak ada tempat yang khusus. Keju itu menyeluruh meliputi dan bercampur dengan susu di seluruh bagian. 

Abu Hanifah: Kalau keju makhluk itu tidak ada tempat khusus dalam susu tersebut, apakah layak tuan meminta kepadaku untuk menetapkan tempat Allah Ta’ala?, Dia tidak bertempat dan tidak ditempatkan!

Atheis: Tunjukkan kepada kami zat Tuhan-mu, apakah ia benda padat seperti besi, atau benda cair seperti air, atau menguap seperti gas?
Abu Hanifah: Pernahkan tuan mendampingi orang sakit yang akan meninggal?

Atheis: Ya, pernah. 

Abu Hanifah: Sebelum ia meninggal, sebelumnya dia bisa berbicara dengan tuan dan menggerak-gerakan anggota tubuhnya. Lalu tiba-tiba diam tak bergerak, apa yang menimbulkan perubahan itu?

Atheis: Karena rohnya telah meninggalkan tubuhnya. 

Abu Hanifah: Apakah waktu keluarnya roh itu tuan masih ada di sana?
Atheis: Ya, masih ada. 
Abu Hanifah: Ceritakanlah kepadaku, apakah rohnya itu benda padat seperti besi, atau cair seperti air atau menguap seperti gas?
Atheis: Entahlah, kami tidak tahu. 
Abu Hanifah: Kalau tuan tidak boleh mengetahui bagaimana zat maupun bentuk roh yang hanya sebuah makhluk, bagaimana tuan boleh memaksaku untuk mengutarakan zat Allah Ta’ala?!!

Atheis: Ke arah manakah Allah sekarang menghadapkan wajahnya? Sebab segala sesuatu pasti mempunyai arah? 
Abu Hanifah: Jika tuan menyalakan lampu di dalam gelap malam, ke arah manakah sinar lampu itu menghadap?

Atheis: Sinarnya menghadap ke seluruh arah dan penjuru.

Abu Hanifah: Kalau demikian halnya dengan lampu yang cuma buatan itu, bagaimana dengan Allah Ta’ala Pencipta langit dan bumi, sebab Dia nur cahaya langit dan bumi.


Atheis: Kalau ada orang masuk ke surga itu ada awalnya, kenapa tidak ada akhirnya? Kenapa di surga kekal selamanya?
Abu Hanifah: Perhitungan angka pun ada awalnya tetapi tidak ada akhirnya.

Atheis: Bagaimana mungkin kita makan dan minum di surga tanpa buang air kecil dan besar? 
Abu Hanifah: Tuan sudah mempraktekkanya ketika tuan ada di perut ibu tuan. Hidup dan makan minum selama sembilan bulan, akan tetapi tidak pernah buang air kecil dan besar di sana. Baru kita melakukan dua hajat tersebut setelah keluar beberapa saat ke dunia.

Atheis: Bagaimana kebaikan syurga akan bertambah dan tidak akan habis-habisnya jika dinafkahkan? 
Abu Hanifah: Allah juga menciptakan sesuatu di dunia, yang bila dinafkahkan malah bertambah banyak, seperti ilmu. Semakin diberikan (disebarkan) ilmu kita semakin berkembang (bertambah) dan tidak berkurang.
Atheis: “Ya! kalau segala sesuatu sudah ditakdirkan sebelum diciptakan, apa yang sedang Allah kerjakan sekarang?”

“Tuan menjawab pertanyaan-pertanyaan saya dari atas mimbar, sedangkan saya menjawabnya dari atas lantai. Maka untuk menjawab pertanyaan tuan, saya mohon tuan turun dari atas mimbar dan saya akan menjawabnya di tempat tuan”, pinta Abu Hanifah.

Ilmuwan Atheis  itu turun dari mimbarnya, dan Abu Hanifah naik di atas. “Baiklah, sekarang saya akan menjawab pertanyaan tuan. Tuan bertanya apa pekerjaan Allah sekarang?”  Ilmuwan Atheis itu  mengangguk.

Abu Hanifah: “Ada pekerjaan-Nya yang dijelaskan dan ada pula yang tidak dijelaskan. Pekerjaan-Nya sekarang ialah bahwa apabila di atas mimbar sedang berdiri seorang kafir yang tidak hak seperti tuan, Dia akan menurunkannya seperti sekarang, sedangkan apabila ada seorang mukmin di lantai yang berhak, dengan segera itu pula Dia akan mengangkatnya ke atas mimbar, demikian pekerjaan Allah setiap waktu”.

Para hadirin puas dengan jawapan yang diberikan oleh Abu Hanifah dan begitu pula dengan ilmuwan besar atheis tersebut dia mengakui kecerdikan dan keluasan ilmu yang dimiliki Abu Hanifah.

DEBAT  III
Kisah Perdebatan A. Hassan Dengan Tokoh Atheis
Oleh: Artawijaya (Editor Pustaka Al Kautsar)


Gedung milik organisasi Al-Irsyad, Surabaya, hari itu penuh sesat dipadati massa. Almanak menunjukkan tahun 1955. Kota Surabaya yang panas, serasa makin panas dengan dilangsungkannya debat terbuka antara Muhammad Ahsan, seorang atheis yang berasal dari Malang, dengan Tuan A. Hassan, guru Pesantren Persatuan Islam, Bangil. Meski namanya berbau Islam, Muhammad Ahsan adalah orang atheis yang tidak percaya bahwa Tuhan itu ada, dan tidak pula meyakini bahwa alam semesta ini ada Yang Maha Mengaturnya. Ia juga menyatakan manusia berasal dari kera, bukan dari tanah sebagaimana dijelaskan Al-Qur'an.

Menurut keterangan Ustadz Abdul Jabbar, guru Pesantren Persis, yang menyaksikan perdebatan itu, hadirin yang datang cukup membludak. Lebih dari ratusan massa datang berkumpul, mengular sampai ke luar gedung. Mereka mengganggap perdebatan ini penting, karena Muhammad Ahsan, telah secara terbuka di Surat Kabar Harian Rakyat, 9 Agustus 1955, meragukan keberadaan Tuhan. Ia juga menolak keyakinan Islam bahwa orang yang berbuat kebaikan di dunia, akan dibalas di akhirat kelak. Ahsan berkeyakinan, segala sesuatu tercipta melalui evolusi alam, dan akan musnah dengan hukum alam juga. 

Dalam surat kabar itu, ia menyatakan lugas, "Pencipta itu mestinya berbentuk. Tidak mungkin suatu pencipta tidak berbentuk, "tulisnya.

Atas pernyataan itu, Hasan Aidit, Ketua Front Anti Komunis, menghubungi A. Hassan agar bersedia bertukar pikiran dengan tokoh atheis itu. Sebelumnya, Hasan Aidit dan Bey Arifin sudah melayangkan tantangan debat di forum Study Club Surabaya pada 12 Agustus 1955, namun rencana itu gagal. Ia kemudian menyusun rencana agar Ahsan yang atheis itu dipertemukan dengan A. Hassan, sosok yang dikenal ahli dalam berdebat soal-soal keislaman. A. Hassan dan Muhammad Ahsan bersedia bertemu di forum terbuka.

Singkat kata, perdebatan terbuka benar-benar terjadi. Karena dikhawatirkan akan berlangsung panas, maka panitia memberikan beberapa peraturan kepada hadirin yang datang menyaksikan. Hadirin tak boleh bertepuk tangan, tidak boleh bersorak sorai, tidak boleh saling berbicara, tidak menampakkan gerak-gerik yang merendahkan salah seorang pembicara, dan tidak boleh mengganggu ketentraman selama berlangsungnya perdebatan.

Sementara untuk orang yang berdebat dibuat aturan pula. Masing-masing berdiri di satu podium dan diberi mikrophone, kemudian saling bertukar pertanyaan dan jawaban. Sementara pimpinan acara, yaitu Hasan Aidit, duduk di sebuah meja didampingi seorang sekretaris untuk mencatat jalannya perdebatan. Tugas pimpinan acara adalah mengatur jalannya perdebatan, dan menegur siapa saja yang melanggar aturan.

Setelah dibuka dengan ceramah dari KH. Muhammad Isa Anshary, tokoh Persatuan Islam yang juga petinggi Partai Masyumi, acara pun di mulai. Perdebatan berlangsung dalam format tanya jawab dan saling menyanggah pendapat yang diajukan.

Berikut point-point penting dari ringkasan perdebatan itu. Tokoh atheis Muhammad Ahsan akan disingkat menjadi (MA), sedangkan  A. Hassan disingkat menjadi (AH):

A.H: Saya berpendirian Tuhan itu ada. Buat membuktikan keadaan sesuatu, ada beberapa macam cara; dengan panca indera, dengan perhitungan, dengan kepercayaan yang berdasar perhitungan, dengan penetapan akal. Maka tentang membuktikan adanya Tuhan, tuan mau cara yang mana?

M.A: Saya mau dibuktikan adanya Tuhan dengan panca indera dan perhitungan dan berbentuk. Karena tiap-tiap yang berbentuk, seperti kita semua, mestinya dijadikan oleh yang berbentuk juga.

A.H: Tidak bisa dibuktikan Tuhan dengan panca indera, karena ada banyak perkara yang kita akui adanya, tetapi tidak dapat dibuktikan dengan panca indera..
M.A: Seperti apa?

A.H: Tuan ada punya akal, fikiran, dan kemauan?
M.A: Ada

A.H: Bisakan tuan membuktikan dengan panca indera?
M.A: Tidak bisa

A.H: Bukan suatu undang-undang ilmi (ilmiah) dan bukan aqli bahwa tiap-tiap satu yang berbentuk itu penciptanya mesti berbentuk juga. Ada banyak perkara, yang tidak berbentuk dibikin oleh yang berbentuk...

M.A: Seperti apa?

A.H: Saya berkata-kata, perkataan saya tidak berbentuk sedang saya sendiriyang menciptakannya berbentuk. Bom atom berbentuk dan bisa menghancurkan semua yang berbentuk di sekelilingnya, sedang akal yang membikinnya tidakberbentuk. Kekuatan elektrik (listrik) tidak berbentuk, tetapi bisa menghapuskan dan melebur semua yang berbentuk. Jadi, buat mengetahui sesuatu, tidak selamanya dapat dengan panca indera. Dan pencipta sesuatu yang berbentuk, tidak selalu mesti berbentuk.

* * * * * * * * * * * * * * * * * * *

A.H: Di dalam dunia ini adakah negeri yang dinamai London, Washington dan Moskwo?
M.A: Ada
A.H: Apakah tuan sudah pernah ke negeri-negeri itu dan pernah menyaksikannya?
M.A: Belum
A.H: Maka dari manakah tuan tahu adanya negeri itu?
M.A: Dari orang-orang
A.H: Bisa jadi diantara orang-orang itu ada yang belum pernah kesana. Walaupun bagaimanapun keadaannya, buat tuan, adanya negeri-negeri itu, hanya dengan perantaraan percaya, bukan dengan panca indera.
M.A: Ya, memang begitu.

A.H: Dari pembicaraan kita, ternyata ada terlalu banyak perkara yang kita terima dan akui adanya, semata-mata dengan kepercayaan dan perhitungan, bukan dengan panca indera.
M.A: Ya memang begitu.

A.H: Oleh itu, tentang adanya Tuhan, tidak usah kita minta bukti dengan pancaindera, tetapi cukup dengan perhitungan dan pertimbangan akal, sebagaimana kita akui adanya ruh, akal, kemauan, fikiran, percintaan,kebenciaan, dan lain-lain.

M.A: Ya, saya terima.
A.H: Bila tuan tidak ber-Tuhan, tentulah tidak beragama. Dari itu semua, baik dan jahat tentunya tuan timbang dengan fikiran dan akal. Maka menurut fikiran, apakah tuan merasa perlu ada keadilan dan keadilan itu perlu dibela hingga tidak tersia-sia?

M.A: Ya, perlu ada keadilan dan perlu dibela.
A.H: Apakah tuan makan benda berjiwa?

M.A: Kalau binatang yang sedang berjiwa saya tidak makan.
A.H: Saya tidak maksudkan binatang yang sedang hidup, tetapi daging binatang-binatang: Sapi dan kambing yang dijual dipasar.

M.A: Ya, saya makan
A.H: Itu berarti tidak adil, tuan zalim
M.A: Mengapa tuan berkata begitu?
A.H: Karena menyembelih binatang itu, menurut fikiran satu kesalahan dan
Kezaliman
M.A: Saya tidak bunuh binatang-binatang itu, tetapi penjualnya
A.H : Kalau tuan tidak makan dagingnya, tentu orang-orang tidak sembelih binatangnya. Jadi, tuan adalah seorang dari yang menyebabkan binatang-binatang itu disembelih. Baiklah kita teruskan, apa tuan berbuat (lakukan)kalau tuan digigit nyamuk?

M.A: Saya bunuh
A.H: Bukankah itu satu kezaliman?
M.A: Saya bunuh nyamuk itu lantaran ia gigit saya
A.H: Menurut keadilan fikiran, jika nyamuk gigit tuan, mestinya tuan balas gigit dia. Balas dengan membunuh itu tidak adil...(tuan M.A tertawa dan hadirin bertepuk tangan. Padahal dalam kesepakatan debat, ini dilarang)

* * * * * * * * * * * * * * * * *

A.H: Tuan ada menulis di "Suara Rakyat" tanggal 9 Agustus 1955 tentang seorang yang keluar buntutnya dan terus memanjang, lalu ia minta pada Rumah Sakit Malang supaya dipotong dan dihilangkan. Karena semakin panjang, semakin menyakitkan. Apakah (dengan tulisan itu) tuan bermaksud dengan itu bahwa manusia berasal dari monyet?

M.A: Ya, betul
A.H: Apakah tuan menganggap bahwa buntut orang itu kalau tidak dibuang dan terus memanjang, niscaya dia jadi monyet?
M.A: Ya, betul begitu
A.H: Jika demikian berarti monyet berasal dari manusia, bukan manusia berasal dari monyet...(Tuan M.A tertawa, hadirin juga terbahak dan bertepuk tangan, lupa dengan peraturan majelis)

Perdebatan sengit yang akhirnya diselingi derai tawa dan tepuk tangan karena keahlian A. Hassan yang mampu mematahkan argumen dengan gaya yang santai, lucu, dan ilmiah, ini dikenang sepanjang massa sebagai debat terbaik A. Hassan dengan tokoh atheis tersebut. Perdebatan ini sendiri berlangsung dua kali. Debat pertama berlangsung selama dua setengah jam, dan berakhir dengan pernyataan Ahsan menerima apa yang disampaikan oleh A. Hassan. Ia menyatakan menerima dan kembali pada Islam. 

Namun dalam pertemuan pertama, A. Hassan meminta Ahsan untuk berpikir dulu, sebelum menerima apa yang disampaikan. Akhirnya pada pertemuan kedua yang berlangsung selama dua jam, Ahsan benar-benar menerima dalil-dalil dan argumentasi yang disampaikan A. Hassan. Tokoh atheis itu akhirnya kembali ke pangkuan Islam. Kisah perdebatan antara A. Hassan dengan tokoh atheis ini kemudian didokumentasikan dalam sebuah buku oleh A. Hassan dengan judul, "Adakah Tuhan?"

Kini, tradisi meluruskan kekeliruan dan kesesatan dengan cara mengajak bertukar pikiran dalam debat terbuka harus kembali digalakkan. Tujuannya, agar umat bisa tahu, mana yang keliru dan mana yang benar. Yang terpenting, jangan jadikan debat sebagai ajang untuk menghina dan mencaci maki lawan.


DEBAT  IV
Ada seorang Atheis yg memasuki sebuah masjid, dia mengajukan 3 pertanyaan yg hanya boleh dijawab dengan akal. Artinya tidak boleh dijawab dengan dalil, karena dalil itu hanya dipercaya oleh pengikutnya, jika menggunakan dalil (naqli) maka justru diskusi ini tidak akan menghasilkan apa-apa...

Pertanyaan atheis itu adalah:

1. Siapa yg menciptakan Allah?? Bukankah semua yg ada di dunia ada karena ada penciptanya?? Bagaimana mungkin Allah ada jika tidak ada penciptanya??

2. Bagaimana caranya manusia bisa makan dan minum tanpa buang air?? Bukankah itu janji Allah di Syurga?? Jangan pakai dalil, tapi pakai akal....

3. Ini pertanyaan ketiga, kalau iblis itu terbuat dari Api, lalu bagaimana bisa Allah menyiksanya di dalam neraka?? Bukankah neraka juga dari api?? 


Tidak ada satupun jamaah yg bisa menjawab, kecuali seorang pemuda.

Pemuda itu menjawab satu per satu pertanyaan sang atheis :

1. Apakah engkau tahu, dari angka berapakah angka 1 itu berasal?? Sebagaimana angka 2 adalah 1+1 atau 4 adalah 2+2?? Atheis itu diam membisu..

"Jika kamu tahu bahwa 1 itu adalah bilangan tunggal. Dia bisa mencipta angka lain, tapi dia tidak tercipta dari angka apapun, lalu apa kesulitanmu memahami bahwa Allah itu Zat Maha Tunggal yg Maha mencipta tapi tidak bisa diciptakan??"

2. Saya ingin bertanya kepadamu, apakah kita ketika dalam perut ibu kita semua makan? Apakah kita juga minum? Kalau memang kita makan dan minum, lalu bagaimana kita buang air ketika dalam perut ibu kita dulu?? Jika anda dulu percaya bahwa kita dulu makan dan minum di perut ibu kita dan kita tidak buang air didalamnya, lalu apa kesulitanmu mempercayai bahwa di Syurga kita akan makan dan minum juga tanpa buang air??

3. Pemuda itu menampar sang atheis dengan keras. Sampai sang atheis marah dan kesakitan. Sambil memegang pipinya, sang atheis-pun marah-marah kepada pemuda itu, tapi pemuda itu menjawab : "Tanganku ini terlapisi kulit, tanganku ini dari tanah..dan pipi anda juga terbuat dari kulit dari tanah juga..lalu jika keduanya dari kulit dan tanah, bagaimana anda bisa kesakitan ketika saya tampar?? Bukankah keduanya juga tercipta dari bahan yg sama, sebagaimana Syetan dan Api neraka??

Sang athies itu ketiga kalinya terdiam...

Sahabat, pemuda tadi memberikan pelajaran kepada kita bahwa tidak semua pertanyaan yg terkesan mencela/merendahkan agama kita harus kita hadapi dengan kekerasan. Dia menjawab pertanyaan sang atheis dengan cerdas dan bernas, sehingga sang atheis tidak mampu berkata-kata lagi atas pertanyaannya..

Itulah pemuda yg Islami, pemuda yg berbudi tinggi, berpengtahuan luas, berfikiran bebas...tapi tidak liberal... tetap terbingkai manis dalam indahnya Aqidah...

Ada yang berkata bahwa pemuda itu adalah Imam Abu Hanifah muda

Rahimahullahu Ta'ala...



DEBAT  V
Mahasiswa Vs Dosen

Suatu saat disebuah ruangan kuliah terjadi percapakan, kurang lebih isinya sebagai berikut
sebagai berikut...

Dosen: "Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada?"
Seorang mahasiswa: "Betul, Dia yg menciptakan semuanya"
"Tuhan menciptakan semuanya?" tanya Dosen sekali lagi.
"Ya pak, semuanya" kata mahasiswa tersebut.
Dosen itu menjawab, "Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan menciptakan Kejahatan..."
Mahasiswa itu terdiam dan  tidak bisa menjawab hipotesis Dosen tersebut.


Tiba-tiba seorang Mahasiswa lain berkata, "Dosen, boleh saya bertanya sesuatu ?"
"Tentu saja," jawab si Dosen.
Mahasiswa : "Dosen, apakah dingin itu ada?"
"Pertanyaan macam apa itu ? Tentu saja dingin itu ada."


Mahasiswa itu menjawab, "Kenyataannya, Pak, dingin itu tidak ada. Menurut hukum fisika,
yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu-460F adalah ketiadaan panas sama sekali dan semua partikel menjadi diam dan  tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata dingin untuk mendeskripsikan ketiadaan panas...."


Mahasiswa itu melanjutkan, "Dosen, apakah gelap itu ada ?"
Dosen itu menjawab, "Tentu saja itu ada."
Mahasiswa itu menjawab, "Sekali lagi anda salah, Pak. Gelap itu juga tidak ada. Gelap adalah keadaan di mana tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak. Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna. Tapi Anda tak bisa mengukur gelap.  Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas cahaya di ruangan tersebut. Kata gelap dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya..."


Akhirnya mahasiswa itu bertanya,
"Dosen, apakah kejahatan itu ada?"
Dengan bimbang dosen itu menjawab, "Tentu saja!"
Mahasiswa itu menjawab, "Sekali lagi Anda salah, Pak. Kejahatan itu TIDAK ADA... Kejahatan adalah ketiadaan Tuhan.... Seperti dingin atau gelap, kejahatan adalah kata yg dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan Tuhan....
Tuhan tak menciptakan kejahatan... Kejahatan adalah hasil dari TIDAK ADA-nya Tuhan di hati manusia...."


Akhirnya Dosen itupun  terdiam....
Nama mahasiswa itu adalah Albert  Einstein...


DEBAT  VI
Di sebuah kelas, seorang guru Atheis tengah asyik memberi materi pada murid-muridnya. Di sela-sela materi tersebut, ia bercengkerama tentang Tuhan dengan semua muridnya.
Guru : Ada yang pernah melihat Tuhan,  tidak?
Murid : (diam, mau jawab takut salah)
Guru : Berarti Tuhan itu gak ada, dong? Terus, apa ada yang pernah menyentuh Tuhan?
Murid : (masih diam)
Guru : Nah… jadi Tuhan itu gak ada, ‘kan? (melihat ke sekeliling). Kalau yang pernah mendengar suara Tuhan… ada, gak?”
Murid : (diam lagi)
Guru : Nah… jelaslah kalau Tuhan itu gak ada, anak-anak! (ketawa puas)
Seorang murid di pojok: O, ya?! (awalnya hanya dalam hati)
Tak kuasa melihat dan mendengar polah sang guru, murid itu pun berdiri,
“Maaf, Pak!”
Suara tawa sang guru langsung redup. Murid-murid yang lain pun segera memalingkan perhatian mereka pada murid ‘pojokan’ tersebut. Jadilah semua mata tertuju padanya. Dan ketika kelas mulai hening, murid tersebut dengan percaya dirinya berkata:
Murid pojok: Ada yang pernah melihat otak guru kita gak, teman-teman?
Semuanya : (diam)
Murid pojok : Ada Yang pernah menyentuh otak guru? Ada?
Semuanya : (masih diam)
Murid pojok : Ada yang pernah yang pernah mendengar suara otak guru, ada enggak?
Semuanya : (diam lagi)
Murid : Kesimpulannya… guru kita enggak punya otak!

Menyaksikan ‘kecerdikan’ murid pojokan itu semuanya bertepuk tangan.  Sementara sang guru, karena merasa malu, akhirnya guru itu pergi meninggalkan ruangan kelas. 


DEBAT  VII
Debat Dosen Liberal dengan Mahasiswa Muslim tentang Al Qur'an

Dosen: "Saya bingung. Banyak Umat Islam di seluruh dunia lebay. Kenapa harus protes dan demo besar-besaran cuma karena tentara amerika menginjak, meludahi dan mengencingi Al-Quran? Wong yang dibakar kan cuma kertas, cuma media tempat Quran ditulis saja kok. Yang Qurannya kan ada di Lauh Mahfuzh. Dasar ndeso. Saya kira banyak muslim yang mesti dicerdaskan."

Meskipun pongah, namun banyak mahasiswa yang setuju dengan pendapat dosen liberal ini. Memang Qur'an kan hakikatnya ada di Lauh Mahfuz.


Tak lama sebuah langkah kaki memecah kesunyian kelas. Sang mahasiswa kreatif mendekati dosen kemudian mengambil diktat kuliah si dosen, dan membaca sedikit sambil sesekali menatap tajam si dosen.

Kelas makin hening, para mahasiswa tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Mahasiswa: "Wah, saya sangat terkesan dengan hasil analisa bapak yang ada di sini."ujarnya-­ sambil membolak balik halaman diktat tersebut.

"Hhuuhhh...."semua orang di kelas itu lega karena mengira ada yang tidak beres.

Namun Tiba-tiba, sang mahasiswa meludahi, menghempaskan dan kemudian menginjak-injak-­ diktat dosen tersebut. Kelas menjadi heboh. Semua orang kaget, tak terkecuali si dosen liberal.

Dosen: "kamu?! Berani melecehkan saya?! Kamu tahu apa yang kamu lakukan?! Kamu menghina karya ilmiah hasil pemikiran saya?! Lancang kamu ya?!"

Si dosen melayangkan tangannya ke arah kepala sang mahasiswa kreatif, namun ia dengan cekatan menangkis dan menangkap tangan si dosen.

Mahasiswa: "Marah ya pak? Saya kan cuma nginjak kertas pak. Ilmu dan pikiran yang bapak punya kan ada di kepala bapak. Ngapain bapak marah,  kalau yang saya injak cuma media buku kok. Wong yang saya injak bukan kepala bapak. Kayaknya bapak yang perlu dicerdaskan ya??"

Para mahasiswapun bersorak sorai, mengagumi apa yang dilakukan oleh mahasiswa kreatif itu.  Sementara Sang dosen merapikan pakaiannya dan segera meninggalkan kelas dengan perasaan malu yang amat sangat. Cepeek deeh..!!



Demikianlah beberapa cuplikan debat yang terjadi sepanjang masa, antara orang-orang Atheis Liberalis dengan kaum Muslimin.  Sebenarnya, masih banyak situs-situs online lainnya, yang membahas tentang masalah ini. Semoga bermanfaat.

Wallahu 'alam




0 komentar

Posting Komentar