DEBAT SEPANJANG ZAMAN
Persoalan Theologis atau keyakinan ada atau tidak adanya Tuhan, merupakan intisari risalah diutusnya para Nabi dan Rasul, sejak zaman nabi Adam as sampai Nabi Muhammad SAW, sebagai Nabi terakhir. Ada yang beriman dan ada pula yang kufur. Yang beriman itulah yang menjadi pengikut setia, para sahabat serta pembelanya. Sedangkan yang kufur, merekalah yang menjadi penentangnya. Dalam Al Qur'an, banyak sekali ayat yang menjelaskan tentang dialog bahkan sampai debat sengit yang mempertanyakan tentang eksistensi Tuhan.
Dan ternyata, tidak hanya terjadi pada zaman Nabi dan Rasul, zaman sekarangpun, masih banyak orang-orang yang mempertanyakan tentang Eksistensi Tuhan. Kelompok inilah yang disebut dengan kaum Atheis Liberalis.
Dan ternyata, tidak hanya terjadi pada zaman Nabi dan Rasul, zaman sekarangpun, masih banyak orang-orang yang mempertanyakan tentang Eksistensi Tuhan. Kelompok inilah yang disebut dengan kaum Atheis Liberalis.
Di bawah ini, ada beberapa cuplikan kisah-kisah perdebatan yang bersumber dari berbagai situs online, antara kaum Atheis dengan tokoh-tokoh Muslim.
DEBAT I
Alkisah, ada seorang ulama ditantang oleh seorang
atheis untuk menjawab eksistensi Tuhan.
Si atheis berkata kepada ulama, “Saya tidak percaya adanya Tuhan! Alam raya ini tercipta dengan hukumnya
sendiri. Hanya orang-orang gila saja yang percaya, kalau alam raya sebesar ini
ada yang menciptakan. Kita adakan adakan debat terbuka untuk menjelasakan kepada semua
orang, mana diantara pendapat kita yang paling benar”.
Sang ulama menyetujui tantangan dari
atheis ini. Kemudian mereka menentukan tempat dan waktunya.
Tibalah hari yang ditentukan untuk mengadakan debat terbuka tersebut. Dengan persiapan yang sangat yakin si atheis lebih dulu datang
di tempat yang telah ditentukan. Namun namun si atheis ini dibuat kesal oleh ulama, karena hampir satu jam lebih dari waktu yang telah ditentukan, sang ulama belum
juga datang.
Si atheis berkata kepada para audience, “lihat! Seorang yang mempercayai adanya
Tuhan nggak konsisten kepada janjinya?! Mungkin dia menyerah dan yakin kalau
Tuhan memang tidak ada! Makanya dia tidak berani datang!”.
Hampir saja acara debat itu dibatalkan, karena sang ulama belum juga datang. Tiba-tiba, menjelang detik-detik penantian itu, akhirnya ulama yang ditunggu-tunggu itu, terlihat muncul. Si Attheis
menegur dengan suara dikeraskan, agar terdengar dihadapan para audience.
Atheis: “Wah....wah…bagaimana anda ini? Bukannya anda seorang yang percaya adanya Tuhan. Kenapa anda tidak konsisten dengan janji anda? Bukannya anda percaya akan adanya Tuhan yang menghukum orang-orang yang tidak tepat janji? Atau anda berniat
membatalkan debat ini, karena anda sendiri mulai ragu terhadap keyakinan anda?”
Ulama: “Mohon maaf saya datang terlambat. Saya sama sekali tidak berniat
membatalkan debat ini. Saya tadi terlambat, karena saya mendapat halangan
di jalan..”
Sang ulama berusaha menjelaskan sebab keterlambatanya. “Tadi sewaktu saya mau
melewati sebuah jembatan tiba-tiba air sungai meluap, terus menyeret jembatan yang akan saya lewati. Saya bingung harus lewat jalan mana lagi? Karena jalan ini
satu-satunya yang saya tahu. Tapi, untung saja, di saat saya bingung harus melakukan apa, tiba-tiba dari kejauhan saya melihat pohon besar roboh ke sungai, lalu setiba di hadapan saya, pohon itu bergerak-gerak
merubah dirinya menjadi sebuah perahu yang lengkap. Bahkan ada
nahkodanya segala. Akhirnya saya menaiki perahu itu, hingga bisa menyebrangi sungai...”
Belum selesai ulama menjelaskan, si Atheis menimpali sambil tertawa terbahak-bahak.
Atheis: “Ha...ha..ha..haa… cukup... cukup..... nggak usah diteruskan
kekonyolan anda.. sepertinya anda sudah mulai gila. Saya dan para audience di
sini masih waras. Anda pikir kami akan peracaya cerita anda tadi? sepertinya
saya salah orang untuk mengajak anda berdebat dalam masalah ini, karena saya
pikir anda sudah gila!. Mana mungkin ada sebuah pohon roboh terseret arus
sungai, lalu tiba-tiba di depan anda pohon itu berubah menjadi sebuah perahu
bahkan ada nahkodanya pula. Lalu menyeberangkan anda dari sungai?!”.
Lalu si Atheis bertanya kepada para audience.
Atheis: “Bagaimana, apa masih pantas debat ini dilanjutakan? Atau ada yang bisa menjadi lawan debat saya yang menjelaskan eksistensi Tuhan?”
Tak seorangpun dari audience yang menjawab. Lalu ulama tadi berkata kepada atheis.
Ulama: “Sebenarnya aneh sekali jika sampai sekarang anda masih tidak percaya adanya Tuhan. Bukankah anda tidak percaya dengan cerita saya, bahwa
sebongkah pohon dapat merubah bentuknya sendiri menjadi perahu dan terdapat nahkoda
di dalamnya? Dan menganggap saya orang tidak waras? Lalu bagaimana anda bisa
percaya, bahwa alam semesta ini, dengan segala isinya tercipta karena alam ini
bisa membuat dirinya sendiri tanpa ada yang menciptakan? Apa itu berarti
anda lebih tidak waras dari saya?”
Mendengar jawaban Ulama itu, si Atheis kaget dan hanya bisa terdiam, tanpa mampu berkata apa-apa lagi. Akkhirnya, debat yang diperkirakan menjadi debat panjang bersejarah membahas eksistensi
Tuhan, berakhir dalam beberapa dialog saja. Hingga membuat si Atheis gugup tidak bisa berdalih apa-apa lagi.
"Dan kamu sekali-kali tidak akan
dapat memberi petunjuk kepada orang-orang yang buta (mata hatinya) dari
kesesatannya. Dan kamu tidak dapat memperdengarkan (petunjuk Tuhan), melainkan
kepada orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami, mereka itulah
orang-orang yang berserah diri (kepada Kami). (Qs. Ar-RUUM:53)."
"Ketahuilah olehmu, bahwa sesungguhnya
Allah menghidupkan bumi sesudah matinya. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan
kepadamu tanda-tanda kebesaran (Kami) supaya kamu memikirkannya.
(Qs.Al-Hadiid:17)."
DEBAT II
Pada Zaman
Imam Abu Hanifah, hiduplah seorang ilmuwan besar , atheis dari kalangan bangsa Romawi.
Pada suatu hari, Ilmuwan Atheis tersebut berniat untuk mengadu kemampuan
berfikir dan keluasan ilmu dengan ulama-ulama Islam. Dia hendak menjatuhkan
ulama Islam dengan beradu argumentasi tentang eksistensi Tuhan. Setelah melihat sudah banyak manusia
yang berkumpul di dalam masjid, orang Atheis itu naik ke atas mimbar. Dia
menantang siapa saja yang mau berdebat dengannya.
Diantara para jama'ah, tak seorangpun yang berani berdiri. Hingga bangunlah seorang laki-laki muda, dialah Abu Hanifah dan
ketika sudah berada dekat di depan mimbar, dia berkata: “Inilah saya, hendak
bertukar fikiran dengan tuan”.
Abu Hanifah berusaha untuk menguasai
suasana, namun dia tetap merendahkan diri karena usianya yang masih muda. Abu
Hanifah berkata, “sekarang apa yang akan kita perdebatkan?"
Ilmuwan
Atheis itu heran akan keberanian Abu Hanifah. Lalu ia memulai pertanyaannya:
Atheis:
Pada tahun berapakah Tuhan-mu dilahirkan?
Abu Hanifah: Allah berfirman “Dia (Allah) tidak dilahirkan dan
tidak pula melahirkan”.
Atheis:
Masuk akalkah bila dikatakan, bahwa Allah adalah yang pertama dan tidak ada
sesuatu sebelum-Nya? Pada tahun berapa Dia ada?
Abu Hanifah: Dia (Allah) ada sebelum adanya sesuatu.
Abu Hanifah: Dia (Allah) ada sebelum adanya sesuatu.
Atheis:
Kami mohon diberikan contoh yang lebih logis rasional, jangan gunakan dalil!
Abu Hanifah: Tahukah tuan tentang perhitungan?
Atheis: Ya.
Abu Hanifah: Angka berapa sebelum angka satu?
Atheis: Tidak ada angka (nol).
Abu Hanifah: Kalau sebelum angka satu tidak ada angka lain yang mendahuluinya,
kenapa tuan heran kalau sebelum Allah Yang Maha satu yang hakiki tidak ada yang
mendahului-Nya?
Atheis:
Dimanakah Tuhan-mu berada sekarang? Sesuatu yang ada pasti ada tempatnya.
Abu Hanifah: Tahukah tuan bagaimana bentuk susu? Apakah di dalam susu itu
keju?
Atheis: Ya, sudah tentu.
Abu Hanifah: Tolong perlihatkan kepadaku di mana, di bagian mana tempatnya
keju itu sekarang?
Atheis: Tak ada tempat yang khusus. Keju itu menyeluruh meliputi dan bercampur
dengan susu di seluruh bagian.
Abu Hanifah: Kalau keju makhluk itu tidak ada tempat khusus dalam susu
tersebut, apakah layak tuan meminta kepadaku untuk menetapkan tempat Allah
Ta’ala?, Dia tidak bertempat dan tidak ditempatkan!
Atheis: Tunjukkan kepada kami zat Tuhan-mu, apakah ia benda padat seperti besi, atau
benda cair seperti air, atau menguap seperti gas?
Abu Hanifah: Pernahkan tuan mendampingi orang sakit yang akan meninggal?
Atheis: Ya, pernah.
Abu Hanifah: Sebelum ia meninggal, sebelumnya dia bisa berbicara dengan tuan
dan menggerak-gerakan anggota tubuhnya. Lalu tiba-tiba diam tak bergerak, apa
yang menimbulkan perubahan itu?
Atheis: Karena rohnya telah meninggalkan tubuhnya.
Abu Hanifah: Apakah waktu keluarnya roh itu tuan masih ada di sana?
Atheis: Ya, masih ada.
Abu Hanifah: Ceritakanlah kepadaku, apakah rohnya itu benda padat seperti besi,
atau cair seperti air atau menguap seperti gas?
Atheis: Entahlah, kami tidak tahu.
Abu Hanifah: Kalau tuan tidak boleh mengetahui bagaimana zat maupun bentuk roh
yang hanya sebuah makhluk, bagaimana tuan boleh memaksaku untuk mengutarakan
zat Allah Ta’ala?!!
Atheis:
Ke arah manakah Allah sekarang menghadapkan wajahnya? Sebab segala sesuatu
pasti mempunyai arah?
Abu Hanifah: Jika tuan menyalakan lampu di dalam gelap malam, ke arah manakah
sinar lampu itu menghadap?
Atheis: Sinarnya menghadap ke seluruh arah dan penjuru.
Abu Hanifah: Kalau demikian halnya dengan lampu yang cuma buatan itu,
bagaimana dengan Allah Ta’ala Pencipta langit dan bumi, sebab Dia nur cahaya
langit dan bumi.
Atheis:
Kalau ada orang masuk ke surga itu ada awalnya, kenapa tidak ada akhirnya?
Kenapa di surga kekal selamanya?
Abu Hanifah: Perhitungan angka pun ada awalnya tetapi tidak ada akhirnya.
Atheis:
Bagaimana mungkin kita makan dan minum di surga tanpa buang air kecil dan besar?
Abu Hanifah: Tuan sudah mempraktekkanya ketika tuan ada di perut ibu tuan.
Hidup dan makan minum selama sembilan bulan, akan tetapi tidak pernah buang air
kecil dan besar di sana. Baru kita melakukan dua hajat tersebut setelah keluar
beberapa saat ke dunia.
Atheis:
Bagaimana kebaikan syurga akan bertambah dan tidak akan habis-habisnya jika
dinafkahkan?
Abu Hanifah: Allah juga menciptakan sesuatu di dunia, yang bila
dinafkahkan malah bertambah banyak, seperti ilmu. Semakin diberikan
(disebarkan) ilmu kita semakin berkembang (bertambah) dan tidak berkurang.
Atheis:
“Ya! kalau segala sesuatu sudah ditakdirkan sebelum diciptakan, apa yang sedang
Allah kerjakan sekarang?”
“Tuan
menjawab pertanyaan-pertanyaan saya dari atas mimbar, sedangkan saya
menjawabnya dari atas lantai. Maka untuk menjawab pertanyaan tuan, saya mohon
tuan turun dari atas mimbar dan saya akan menjawabnya di tempat tuan”, pinta
Abu Hanifah.
Ilmuwan Atheis itu turun dari mimbarnya, dan Abu Hanifah naik di atas. “Baiklah,
sekarang saya akan menjawab pertanyaan tuan. Tuan bertanya apa pekerjaan Allah
sekarang?” Ilmuwan Atheis itu mengangguk.
Abu Hanifah:
“Ada pekerjaan-Nya yang dijelaskan dan ada pula yang tidak dijelaskan.
Pekerjaan-Nya sekarang ialah bahwa apabila di atas mimbar sedang berdiri
seorang kafir yang tidak hak seperti tuan, Dia akan menurunkannya seperti
sekarang, sedangkan apabila ada seorang mukmin di lantai yang berhak, dengan segera
itu pula Dia akan mengangkatnya ke atas mimbar, demikian pekerjaan Allah setiap
waktu”.
Para hadirin
puas dengan jawapan yang diberikan oleh Abu Hanifah dan begitu pula dengan
ilmuwan besar atheis tersebut dia mengakui kecerdikan dan keluasan ilmu yang
dimiliki Abu Hanifah.
DEBAT III
Kisah Perdebatan A. Hassan Dengan Tokoh Atheis
Kisah Perdebatan A. Hassan Dengan Tokoh Atheis
Oleh:
Artawijaya (Editor Pustaka Al Kautsar)
Gedung milik
organisasi Al-Irsyad, Surabaya, hari itu penuh sesat dipadati massa. Almanak
menunjukkan tahun 1955. Kota Surabaya yang panas, serasa makin panas dengan
dilangsungkannya debat terbuka antara Muhammad Ahsan, seorang atheis yang
berasal dari Malang, dengan Tuan A. Hassan, guru Pesantren Persatuan Islam,
Bangil. Meski namanya berbau Islam, Muhammad Ahsan adalah orang atheis yang
tidak percaya bahwa Tuhan itu ada, dan tidak pula meyakini bahwa alam semesta
ini ada Yang Maha Mengaturnya. Ia juga menyatakan manusia berasal dari kera,
bukan dari tanah sebagaimana dijelaskan Al-Qur'an.
Menurut
keterangan Ustadz Abdul Jabbar, guru Pesantren Persis, yang menyaksikan
perdebatan itu, hadirin yang datang cukup membludak. Lebih dari ratusan massa
datang berkumpul, mengular sampai ke luar gedung. Mereka mengganggap perdebatan
ini penting, karena Muhammad Ahsan, telah secara terbuka di Surat Kabar Harian
Rakyat, 9 Agustus 1955, meragukan keberadaan Tuhan. Ia juga menolak
keyakinan Islam bahwa orang yang berbuat kebaikan di dunia, akan dibalas di
akhirat kelak. Ahsan berkeyakinan, segala sesuatu tercipta melalui evolusi
alam, dan akan musnah dengan hukum alam juga.
Dalam surat kabar itu, ia
menyatakan lugas, "Pencipta itu mestinya berbentuk. Tidak mungkin
suatu pencipta tidak berbentuk, "tulisnya.
Atas
pernyataan itu, Hasan Aidit, Ketua Front Anti Komunis, menghubungi A. Hassan
agar bersedia bertukar pikiran dengan tokoh atheis itu. Sebelumnya, Hasan Aidit
dan Bey Arifin sudah melayangkan tantangan debat di forum Study Club
Surabaya pada 12 Agustus 1955, namun rencana itu gagal. Ia kemudian menyusun
rencana agar Ahsan yang atheis itu dipertemukan dengan A. Hassan, sosok yang
dikenal ahli dalam berdebat soal-soal keislaman. A. Hassan dan Muhammad Ahsan
bersedia bertemu di forum terbuka.
Singkat
kata, perdebatan terbuka benar-benar terjadi. Karena dikhawatirkan akan
berlangsung panas, maka panitia memberikan beberapa peraturan kepada hadirin
yang datang menyaksikan. Hadirin tak boleh bertepuk tangan, tidak boleh
bersorak sorai, tidak boleh saling berbicara, tidak menampakkan gerak-gerik
yang merendahkan salah seorang pembicara, dan tidak boleh mengganggu
ketentraman selama berlangsungnya perdebatan.
Sementara
untuk orang yang berdebat dibuat aturan pula. Masing-masing berdiri di satu
podium dan diberi mikrophone, kemudian saling bertukar pertanyaan dan jawaban.
Sementara pimpinan acara, yaitu Hasan Aidit, duduk di sebuah meja didampingi
seorang sekretaris untuk mencatat jalannya perdebatan. Tugas pimpinan acara
adalah mengatur jalannya perdebatan, dan menegur siapa saja yang melanggar aturan.
Setelah
dibuka dengan ceramah dari KH. Muhammad Isa Anshary, tokoh Persatuan Islam yang
juga petinggi Partai Masyumi, acara pun di mulai. Perdebatan berlangsung dalam
format tanya jawab dan saling menyanggah pendapat yang diajukan.
Berikut
point-point penting dari ringkasan perdebatan itu. Tokoh atheis Muhammad Ahsan
akan disingkat menjadi (MA), sedangkan A. Hassan disingkat menjadi (AH):
A.H: Saya
berpendirian Tuhan itu ada. Buat membuktikan keadaan sesuatu, ada beberapa macam
cara; dengan panca indera, dengan perhitungan, dengan kepercayaan yang berdasar
perhitungan, dengan penetapan akal. Maka tentang membuktikan adanya Tuhan, tuan
mau cara yang mana?
M.A: Saya
mau dibuktikan adanya Tuhan dengan panca indera dan perhitungan
dan berbentuk. Karena tiap-tiap yang berbentuk, seperti kita semua,
mestinya dijadikan oleh yang berbentuk juga.
A.H: Tidak
bisa dibuktikan Tuhan dengan panca indera, karena ada banyak perkara yang kita
akui adanya, tetapi tidak dapat dibuktikan dengan panca indera..
M.A: Seperti
apa?
A.H: Tuan
ada punya akal, fikiran, dan kemauan?
M.A: Ada
A.H:
Bisakan tuan membuktikan dengan panca indera?
M.A: Tidak
bisa
A.H: Bukan
suatu undang-undang ilmi (ilmiah) dan bukan aqli bahwa tiap-tiap satu yang
berbentuk itu penciptanya mesti berbentuk juga. Ada banyak perkara, yang tidak
berbentuk dibikin oleh yang berbentuk...
M.A: Seperti
apa?
A.H: Saya
berkata-kata, perkataan saya tidak berbentuk sedang saya sendiriyang
menciptakannya berbentuk. Bom atom berbentuk dan bisa menghancurkan semua yang
berbentuk di sekelilingnya, sedang akal yang membikinnya tidakberbentuk.
Kekuatan elektrik (listrik) tidak berbentuk, tetapi bisa menghapuskan dan
melebur semua yang berbentuk. Jadi, buat mengetahui sesuatu, tidak selamanya
dapat dengan panca indera. Dan pencipta sesuatu yang berbentuk, tidak selalu
mesti berbentuk.
* * * * * * * * * * * * * * * * * * *
A.H: Di
dalam dunia ini adakah negeri yang dinamai London, Washington dan Moskwo?
M.A: Ada
A.H: Apakah
tuan sudah pernah ke negeri-negeri itu dan pernah menyaksikannya?
M.A: Belum
A.H: Maka
dari manakah tuan tahu adanya negeri itu?
M.A: Dari
orang-orang
A.H: Bisa
jadi diantara orang-orang itu ada yang belum pernah kesana. Walaupun
bagaimanapun keadaannya, buat tuan, adanya negeri-negeri itu, hanya dengan
perantaraan percaya, bukan dengan panca indera.
M.A: Ya,
memang begitu.
A.H: Dari
pembicaraan kita, ternyata ada terlalu banyak perkara yang kita terima dan akui
adanya, semata-mata dengan kepercayaan dan perhitungan, bukan dengan panca
indera.
M.A: Ya
memang begitu.
A.H: Oleh
itu, tentang adanya Tuhan, tidak usah kita minta bukti dengan pancaindera,
tetapi cukup dengan perhitungan dan pertimbangan akal, sebagaimana kita akui
adanya ruh, akal, kemauan, fikiran, percintaan,kebenciaan, dan lain-lain.
M.A: Ya,
saya terima.
A.H: Bila
tuan tidak ber-Tuhan, tentulah tidak beragama. Dari itu semua, baik dan jahat
tentunya tuan timbang dengan fikiran dan akal. Maka menurut fikiran, apakah tuan
merasa perlu ada keadilan dan keadilan itu perlu dibela hingga tidak tersia-sia?
M.A: Ya,
perlu ada keadilan dan perlu dibela.
A.H: Apakah
tuan makan benda berjiwa?
M.A: Kalau
binatang yang sedang berjiwa saya tidak makan.
A.H: Saya
tidak maksudkan binatang yang sedang hidup, tetapi daging binatang-binatang:
Sapi dan kambing yang dijual dipasar.
M.A: Ya,
saya makan
A.H: Itu
berarti tidak adil, tuan zalim
M.A: Mengapa
tuan berkata begitu?
A.H: Karena
menyembelih binatang itu, menurut fikiran satu kesalahan dan
Kezaliman
M.A: Saya
tidak bunuh binatang-binatang itu, tetapi penjualnya
A.H : Kalau
tuan tidak makan dagingnya, tentu orang-orang tidak sembelih binatangnya. Jadi,
tuan adalah seorang dari yang menyebabkan binatang-binatang itu disembelih.
Baiklah kita teruskan, apa tuan berbuat (lakukan)kalau tuan digigit nyamuk?
M.A: Saya
bunuh
A.H:
Bukankah itu satu kezaliman?
M.A: Saya
bunuh nyamuk itu lantaran ia gigit saya
A.H: Menurut
keadilan fikiran, jika nyamuk gigit tuan, mestinya tuan balas gigit dia. Balas
dengan membunuh itu tidak adil...(tuan M.A tertawa dan hadirin bertepuk tangan.
Padahal dalam kesepakatan debat, ini dilarang)
* * * * * * * * * * * * * * * * *
A.H: Tuan
ada menulis di "Suara Rakyat" tanggal 9 Agustus 1955 tentang seorang
yang keluar buntutnya dan terus memanjang, lalu ia minta pada Rumah Sakit
Malang supaya dipotong dan dihilangkan. Karena semakin panjang, semakin
menyakitkan. Apakah (dengan tulisan itu) tuan bermaksud dengan itu bahwa
manusia berasal dari monyet?
M.A: Ya,
betul
A.H: Apakah
tuan menganggap bahwa buntut orang itu kalau tidak dibuang dan terus memanjang,
niscaya dia jadi monyet?
M.A: Ya,
betul begitu
A.H: Jika
demikian berarti monyet berasal dari manusia, bukan manusia berasal dari
monyet...(Tuan M.A tertawa, hadirin juga terbahak dan bertepuk tangan, lupa
dengan peraturan majelis)
Perdebatan
sengit yang akhirnya diselingi derai tawa dan tepuk tangan karena keahlian A.
Hassan yang mampu mematahkan argumen dengan gaya yang santai, lucu, dan ilmiah,
ini dikenang sepanjang massa sebagai debat terbaik A. Hassan dengan tokoh
atheis tersebut. Perdebatan ini sendiri berlangsung dua kali. Debat pertama
berlangsung selama dua setengah jam, dan berakhir dengan pernyataan Ahsan
menerima apa yang disampaikan oleh A. Hassan. Ia menyatakan menerima dan
kembali pada Islam.
Namun dalam pertemuan pertama, A. Hassan meminta Ahsan untuk berpikir dulu, sebelum menerima apa yang disampaikan. Akhirnya pada pertemuan kedua yang berlangsung selama dua jam, Ahsan benar-benar menerima dalil-dalil dan argumentasi yang disampaikan A. Hassan. Tokoh atheis itu akhirnya kembali ke pangkuan Islam. Kisah perdebatan antara A. Hassan dengan tokoh atheis ini kemudian didokumentasikan dalam sebuah buku oleh A. Hassan dengan judul, "Adakah Tuhan?"
Namun dalam pertemuan pertama, A. Hassan meminta Ahsan untuk berpikir dulu, sebelum menerima apa yang disampaikan. Akhirnya pada pertemuan kedua yang berlangsung selama dua jam, Ahsan benar-benar menerima dalil-dalil dan argumentasi yang disampaikan A. Hassan. Tokoh atheis itu akhirnya kembali ke pangkuan Islam. Kisah perdebatan antara A. Hassan dengan tokoh atheis ini kemudian didokumentasikan dalam sebuah buku oleh A. Hassan dengan judul, "Adakah Tuhan?"
Kini,
tradisi meluruskan kekeliruan dan kesesatan dengan cara mengajak bertukar
pikiran dalam debat terbuka harus kembali digalakkan. Tujuannya, agar umat bisa
tahu, mana yang keliru dan mana yang benar. Yang terpenting, jangan jadikan
debat sebagai ajang untuk menghina dan mencaci maki lawan.
DEBAT IV
Ada seorang Atheis yg memasuki sebuah masjid, dia mengajukan 3 pertanyaan yg hanya boleh dijawab dengan akal. Artinya tidak boleh dijawab dengan dalil, karena dalil itu hanya dipercaya oleh pengikutnya, jika menggunakan dalil (naqli) maka justru diskusi ini tidak akan menghasilkan apa-apa...
Ada seorang Atheis yg memasuki sebuah masjid, dia mengajukan 3 pertanyaan yg hanya boleh dijawab dengan akal. Artinya tidak boleh dijawab dengan dalil, karena dalil itu hanya dipercaya oleh pengikutnya, jika menggunakan dalil (naqli) maka justru diskusi ini tidak akan menghasilkan apa-apa...
Pertanyaan atheis itu adalah:
1. Siapa yg menciptakan Allah?? Bukankah semua yg ada di dunia ada karena ada penciptanya?? Bagaimana mungkin Allah ada jika tidak ada penciptanya??
2. Bagaimana caranya manusia bisa makan dan minum tanpa buang air?? Bukankah itu janji Allah di Syurga?? Jangan pakai dalil, tapi pakai akal....
3. Ini pertanyaan ketiga, kalau iblis itu terbuat dari Api, lalu bagaimana bisa Allah menyiksanya di dalam neraka?? Bukankah neraka juga dari api??
Tidak ada satupun jamaah yg bisa menjawab, kecuali seorang pemuda.
Pemuda itu menjawab satu per satu pertanyaan sang atheis :
1. Apakah engkau tahu, dari angka berapakah angka 1 itu berasal?? Sebagaimana angka 2 adalah 1+1 atau 4 adalah 2+2?? Atheis itu diam membisu..
"Jika kamu tahu bahwa 1 itu adalah bilangan tunggal. Dia bisa mencipta angka lain, tapi dia tidak tercipta dari angka apapun, lalu apa kesulitanmu memahami bahwa Allah itu Zat Maha Tunggal yg Maha mencipta tapi tidak bisa diciptakan??"
2. Saya ingin bertanya kepadamu, apakah kita ketika dalam perut ibu kita semua makan? Apakah kita juga minum? Kalau memang kita makan dan minum, lalu bagaimana kita buang air ketika dalam perut ibu kita dulu?? Jika anda dulu percaya bahwa kita dulu makan dan minum di perut ibu kita dan kita tidak buang air didalamnya, lalu apa kesulitanmu mempercayai bahwa di Syurga kita akan makan dan minum juga tanpa buang air??
3. Pemuda itu menampar sang atheis dengan keras. Sampai sang atheis marah dan kesakitan. Sambil memegang pipinya, sang atheis-pun marah-marah kepada pemuda itu, tapi pemuda itu menjawab : "Tanganku ini terlapisi kulit, tanganku ini dari tanah..dan pipi anda juga terbuat dari kulit dari tanah juga..lalu jika keduanya dari kulit dan tanah, bagaimana anda bisa kesakitan ketika saya tampar?? Bukankah keduanya juga tercipta dari bahan yg sama, sebagaimana Syetan dan Api neraka??
Sang athies itu ketiga kalinya terdiam...
Sahabat, pemuda tadi memberikan pelajaran kepada kita bahwa tidak semua pertanyaan yg terkesan mencela/merendahkan agama kita harus kita hadapi dengan kekerasan. Dia menjawab pertanyaan sang atheis dengan cerdas dan bernas, sehingga sang atheis tidak mampu berkata-kata lagi atas pertanyaannya..
Itulah pemuda yg Islami, pemuda yg berbudi tinggi, berpengtahuan luas, berfikiran bebas...tapi tidak liberal... tetap terbingkai manis dalam indahnya Aqidah...
Ada yang berkata bahwa pemuda itu adalah Imam Abu Hanifah muda.
Rahimahullahu Ta'ala...
Mahasiswa Vs Dosen
Suatu saat disebuah ruangan kuliah terjadi percapakan, kurang lebih isinya sebagai berikut
sebagai berikut...
Dosen: "Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada?"
Seorang mahasiswa: "Betul, Dia yg menciptakan semuanya"
"Tuhan menciptakan semuanya?" tanya Dosen sekali lagi.
"Ya pak, semuanya" kata mahasiswa tersebut.
Dosen itu menjawab, "Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan menciptakan Kejahatan..."
Mahasiswa itu terdiam dan tidak bisa menjawab hipotesis Dosen tersebut.
Tiba-tiba seorang Mahasiswa lain berkata, "Dosen, boleh saya bertanya sesuatu ?"
"Tentu saja," jawab si Dosen.
Mahasiswa : "Dosen, apakah dingin itu ada?"
"Pertanyaan macam apa itu ? Tentu saja dingin itu ada."
Mahasiswa itu menjawab, "Kenyataannya, Pak, dingin itu tidak ada. Menurut hukum fisika,
yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu-460F adalah ketiadaan panas sama sekali dan semua partikel menjadi diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata dingin untuk mendeskripsikan ketiadaan panas...."
Mahasiswa itu melanjutkan, "Dosen, apakah gelap itu ada ?"
Dosen itu menjawab, "Tentu saja itu ada."
Mahasiswa itu menjawab, "Sekali lagi anda salah, Pak. Gelap itu juga tidak ada. Gelap adalah keadaan di mana tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak. Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna. Tapi Anda tak bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas cahaya di ruangan tersebut. Kata gelap dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya..."
Akhirnya mahasiswa itu bertanya,
"Dosen, apakah kejahatan itu ada?"
Dengan bimbang dosen itu menjawab, "Tentu saja!"
Mahasiswa itu menjawab, "Sekali lagi Anda salah, Pak. Kejahatan itu TIDAK ADA... Kejahatan adalah ketiadaan Tuhan.... Seperti dingin atau gelap, kejahatan adalah kata yg dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan Tuhan....
Tuhan tak menciptakan kejahatan... Kejahatan adalah hasil dari TIDAK ADA-nya Tuhan di hati manusia...."
Akhirnya Dosen itupun terdiam....
Nama mahasiswa itu adalah Albert Einstein...
Suatu saat disebuah ruangan kuliah terjadi percapakan, kurang lebih isinya sebagai berikut
sebagai berikut...
Dosen: "Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada?"
Seorang mahasiswa: "Betul, Dia yg menciptakan semuanya"
"Tuhan menciptakan semuanya?" tanya Dosen sekali lagi.
"Ya pak, semuanya" kata mahasiswa tersebut.
Dosen itu menjawab, "Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan menciptakan Kejahatan..."
Mahasiswa itu terdiam dan tidak bisa menjawab hipotesis Dosen tersebut.
Tiba-tiba seorang Mahasiswa lain berkata, "Dosen, boleh saya bertanya sesuatu ?"
"Tentu saja," jawab si Dosen.
Mahasiswa : "Dosen, apakah dingin itu ada?"
"Pertanyaan macam apa itu ? Tentu saja dingin itu ada."
Mahasiswa itu menjawab, "Kenyataannya, Pak, dingin itu tidak ada. Menurut hukum fisika,
yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu-460F adalah ketiadaan panas sama sekali dan semua partikel menjadi diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata dingin untuk mendeskripsikan ketiadaan panas...."
Mahasiswa itu melanjutkan, "Dosen, apakah gelap itu ada ?"
Dosen itu menjawab, "Tentu saja itu ada."
Mahasiswa itu menjawab, "Sekali lagi anda salah, Pak. Gelap itu juga tidak ada. Gelap adalah keadaan di mana tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak. Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna. Tapi Anda tak bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas cahaya di ruangan tersebut. Kata gelap dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya..."
Akhirnya mahasiswa itu bertanya,
"Dosen, apakah kejahatan itu ada?"
Dengan bimbang dosen itu menjawab, "Tentu saja!"
Mahasiswa itu menjawab, "Sekali lagi Anda salah, Pak. Kejahatan itu TIDAK ADA... Kejahatan adalah ketiadaan Tuhan.... Seperti dingin atau gelap, kejahatan adalah kata yg dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan Tuhan....
Tuhan tak menciptakan kejahatan... Kejahatan adalah hasil dari TIDAK ADA-nya Tuhan di hati manusia...."
Akhirnya Dosen itupun terdiam....
Nama mahasiswa itu adalah Albert Einstein...
DEBAT VI
Di sebuah kelas, seorang guru Atheis tengah asyik memberi materi pada murid-muridnya. Di sela-sela materi tersebut, ia bercengkerama tentang Tuhan dengan semua muridnya.
Guru : Ada yang pernah melihat Tuhan, tidak?
Murid : (diam, mau jawab takut salah)
Guru : Berarti Tuhan itu gak ada, dong? Terus, apa ada yang pernah menyentuh Tuhan?
Murid : (masih diam)
Guru : Nah… jadi Tuhan itu gak ada, ‘kan? (melihat ke sekeliling). Kalau yang pernah mendengar suara Tuhan… ada, gak?”
Murid : (diam lagi)
Guru : Nah… jelaslah kalau Tuhan itu gak ada, anak-anak! (ketawa puas)
Seorang murid di pojok: O, ya?! (awalnya hanya dalam hati)Tak kuasa melihat dan mendengar polah sang guru, murid itu pun berdiri,
“Maaf, Pak!”
Suara tawa sang guru langsung redup.
Murid-murid yang lain pun segera memalingkan perhatian mereka pada murid
‘pojokan’ tersebut. Jadilah semua mata tertuju padanya. Dan ketika
kelas mulai hening, murid tersebut dengan percaya dirinya berkata:
Murid pojok: Ada yang pernah melihat otak guru kita gak, teman-teman?
Semuanya : (diam)
Murid pojok : Ada Yang pernah menyentuh otak guru? Ada?
Semuanya : (masih diam)
Murid pojok : Ada yang pernah yang pernah mendengar suara otak guru, ada enggak?
Semuanya : (diam lagi)
Murid : Kesimpulannya… guru kita enggak punya otak!
Menyaksikan ‘kecerdikan’ murid pojokan itu semuanya bertepuk tangan. Sementara sang guru, karena merasa malu, akhirnya guru itu pergi meninggalkan ruangan kelas.
DEBAT VII
Debat Dosen Liberal dengan Mahasiswa Muslim tentang Al Qur'an
Dosen: "Saya bingung. Banyak Umat Islam di seluruh dunia lebay. Kenapa harus protes dan demo besar-besaran cuma karena tentara amerika menginjak, meludahi dan mengencingi Al-Quran? Wong yang dibakar kan cuma kertas, cuma media tempat Quran ditulis saja kok. Yang Qurannya kan ada di Lauh Mahfuzh. Dasar ndeso. Saya kira banyak muslim yang mesti dicerdaskan."
Meskipun pongah, namun banyak mahasiswa yang setuju dengan pendapat dosen liberal ini. Memang Qur'an kan hakikatnya ada di Lauh Mahfuz.
Tak lama sebuah langkah kaki memecah kesunyian kelas. Sang mahasiswa kreatif mendekati dosen kemudian mengambil diktat kuliah si dosen, dan membaca sedikit sambil sesekali menatap tajam si dosen.
Kelas makin hening, para mahasiswa tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Mahasiswa: "Wah, saya sangat terkesan dengan hasil analisa bapak yang ada di sini."ujarnya- sambil membolak balik halaman diktat tersebut.
"Hhuuhhh...."semua orang di kelas itu lega karena mengira ada yang tidak beres.
Namun Tiba-tiba, sang mahasiswa meludahi, menghempaskan dan kemudian menginjak-injak- diktat dosen tersebut. Kelas menjadi heboh. Semua orang kaget, tak terkecuali si dosen liberal.
Dosen: "kamu?! Berani melecehkan saya?! Kamu tahu apa yang kamu lakukan?! Kamu menghina karya ilmiah hasil pemikiran saya?! Lancang kamu ya?!"
Si dosen melayangkan tangannya ke arah kepala sang mahasiswa kreatif, namun ia dengan cekatan menangkis dan menangkap tangan si dosen.
Mahasiswa: "Marah ya pak? Saya kan cuma nginjak kertas pak. Ilmu dan pikiran yang bapak punya kan ada di kepala bapak. Ngapain bapak marah, kalau yang saya injak cuma media buku kok. Wong yang saya injak bukan kepala bapak. Kayaknya bapak yang perlu dicerdaskan ya??"
Para mahasiswapun bersorak sorai, mengagumi apa yang dilakukan oleh mahasiswa kreatif itu. Sementara Sang dosen merapikan pakaiannya dan segera meninggalkan kelas dengan perasaan malu yang amat sangat. Cepeek deeh..!!
Demikianlah beberapa cuplikan debat yang terjadi sepanjang masa, antara orang-orang Atheis Liberalis dengan kaum Muslimin. Sebenarnya, masih banyak situs-situs online lainnya, yang membahas tentang masalah ini. Semoga bermanfaat.
Wallahu 'alam
0 komentar
Posting Komentar